Rasa ‘Kepemilikan’ Jalan Raya Bagi Masyarakat Umum Padang
Padang,
merupakan sebuah kota yang berada di Sumatera Barat. Padang menjadi kota tempat
Universitas Andalas berdiri. Jika mendengar nama kota, masyarakat pada umumnya
akan berpikir bahwa tempat tersebut ramai penduduk dan kendaraan, jalan tol,
gedung-gedung tinggi, dan lain sebagainya. Kendaraan yang banyak merupakan
salah satu peristiwa yang dapat dilihat di Padang. Terlebih lagi pada pukul
16.00 WIB sampai dengan 18.00 WIB. Hal ini akan menjadi salah satu penyebab
macetnya jalan. Bukan hanya pekerja, para mahasiswa juga turut andil dalam
kemacetan tersebut.
Penyebab
macet selain jam pulang kerja dan kendaraan yang banyak, juga disebabkan oleh
penggunaan jalan raya untuk berpesta. Masyarakat Padang merupakan masyarakat
yang mayoritasnya adalah orang Minangkabau. Masyarakat Minangkabau khususnya di
Padang sangat suka membuat acara besar, atau sering disebut “Beralek Gadang”.
Uniknya lagi ketika mereka mengadakan pesta tersebut, seperti nikahan dan lain
sebagainya, mereka memakai fasilitas umum, yaitu jalan raya. Benar, jalan yang
biasanya di lalui oleh orang banyak. Sebenarnya kejadian ini sudah pernah saya
temukan di daerah Riau, khususnya di daerah saya tinggal.
Tetapi
berhubung saya sedang di Padang, saya akan memberi pendapat saya khusus di
daerah Padang. Sesuai judul dari tulisan saya, ‘kepemilikan’ memiliki arti bahwa
sepertinya masyarakat Padang memiliki pengertian, bahwa jalan raya tersebut
miliki mereka. Sehingga ketika akan melaksanakan “Beralek Gadang”, mereka tidak
sungkan untuk menggunakan jalan sebagai tempat mereka untuk mendirikan tratak
atau panggung bagi pengantin. Jujur saja, hal ini cukup mengganggu bagi saya
sendiri. Walaupun posisi saya bukan sebagai pengemudi, namun ketika harus
memutar kendaraan karena ada tratak di depan jalur jalan yang diambil, tentu akan
sangat merepotkan. Apalagi ketika kendaraan tersebut harus putar balik. Sungguh
hal tersebut justru akan semakin memperkeruh keadaan di jalan raya.
Namun
sepertinya pemerintah Kota Padang pun tak ambil pusing dengan hal tersebut.
Walaupun hal tersebut merusak ketertiban dalam menggunakan jalan umum, namun
sampai sekarang masyarakat Kota Padang tetap saja menggunakan jalan sebagai
salah satu tempat strategis sebagai panggung bagi pelamin. Padahal mengingat
zaman sekarang yang semakin canggih, pembangunan berbagai bangunan juga semakin
banyak. Misalnya gedung serbaguna untuk berbagai acara atau kegiatan yang akan
dilakukan masyarakat setempat, kemudian wisma untuk acara pernikahan, wisuda, ulang
tahun, dan sebagainya. Seharusnya sebagai sebuah kota, Kota Padang sudah
seharusnya berpikir maju. Terlebih dari pada itu, jalan itu fasilitas umum, banyak
hal dapat terajdi di jalan. Bagaimana jika ada ambulance, damkar, dan berbagai
hal genting lainnya. Bagaimana jika hal tersebut terjadi? Apakah etis jika ambulance
harus memutar balik ambulance dengan keadaan pasien yang sekarat? Bagaimana jika
hal tersebut mengakibatkan kematian?
Penggunaan
fasilitas umum sudah seharusnya tidak digunakan untuk kepentingan pribadi.
Jangan sampai kebahagiaan kita membawa kesukaran bagi orang lain. Apa yang akan
dikatakan orang lain karena perbuatan kita tersebut? Sebagai makhluk yang
beragama, sudah seharusnya kita juga menjaga tingkah laku dan perbuatan kita
terhadap orang lain. Jangan sampai apa yang kita lakukan mempersulit orang
lain. Apalagi jika hal tersebut terjadi saat kita sedang berbahagia, mengadakan
pernikahan tetapi membawa kesulitan bagi orang banyak. Menurut kita sendiri,
apa ada berkat ditengah-ditengah kita tersebut? Jelas tidak, justru kutuk dan
makian yang datang. Karena itu, sudah seharusnya masyarakat Padang lebih
memperhatikan fasilitas umum, dan tidak mengambil hak orang lain. Sebab itu
sama saja dengan mencuri. Tentunya kita juga tahu bahwa mencuri tidak baik.
Komentar
Posting Komentar